Adakah Sosok Pencipta?

Tak hanya ada satu dentuman agung (Big Bang), juga tidak hanya ada satu Semesta/Universe.  Demikian yang bisa saya mengerti berdasarkan penyelaman realitas menggunakan rasa sejati.  13,7 milyar tahun yang lalu sebagai masa kejadian dentuman agung yang memulai proses terbentuknya Universe yang kita tempati ini, dengan demikian bukanlah permulaan waktu yang absolut.  Ini hanya satu permulaan waktu relatif yang dikaitkan dengan mulai terbentuknya ruang berupa sekumpulan galaksi yang di dalamnya terdapat galaksi yang kita huni.  Sebelum dentuman agung 13,7 milyar lalu, ada dentuman agung lainnya dalam jumlah yang tak terbatas, tak terjangkau.  Maka, tak mungkin bisa dinyatakan kapan titik 0 dari waktu secara absolut.

Untuk bisa mengerti realitas ini secara lebih utuh, mari kita samakan dulu persepsi kita termasuk terminologi yang kita pakai.  Pertama-tama,  perlu kita mengerti bahwa Semesta/Universe adalah keberadaan yang punya batasan, maka ruang dan waktu menjadi relevan di sana.  Ada titik permulaan dari segi waktu, sekaligus ada batasan dari segi ruang, itu yang membuat satu Semesta/Universe bisa teridentifikasi.  Semesta/Universe ini adalah kumpulan dari galaksi-galaksi, sementara galaksi-galaksi mengandung gugusan bintang-bintang/planet.  Karena tersusun dari struktur materi yang mengalami fase permulaan transisi atau transformasi dari energi, maka Semesta/Universe ini punya tepian secara ruang, dan punya permulaan secara waktu.

Seiring dengan keberadaan Semesta/Universe yang lebih dari satu sehingga dikenal konsep MultiSemesta/MultiVerse, maka perlu diungkapkan satu terminologi lagi: Jagad Raya/Multiverse, yang merupakan himpunan dari keseluruhan Semesta/Universe.  Dan pada saat ini, dengan segala kerendahan hati kita mesti menyatakan, tidak tahu berapa jumlah Semesta/Universe yang ada di Jagad Raya ini, dan tak tahu kapan permulaan waktu terbentuknya Jagad Raya ini.  Dan, kita juga bisa ungkapkan bahwa di balik keberadaan  Jagad Raya sebagai satu struktur fisik, terdapat kekosongan absolut yang menjadi asal darinya sekaligus meliputinya, dan kekosongan ini benar-benar tanpa batas.

Sekalipun permulaan terbentuknya Jagad Raya sebagai satu realitas fisik tak bisa diketahui, tetapi kita bisa menyatakan bahwa pasti ada satu masa dimana memang belum ada apa-apa, yang ada adalah ketiadaan dan kekosongan yang tanpa batas.  Itulah permulaan segalanya, sekaligus sumber dari segala yang ada.  Inilah yang disebut sebagai Suwung.  Dari pendekatan spiritual juga bisa diketahui bahwa sebelum jagad raya secara fisik terbentuk, telah ada terlebih dahulu jagad raya pada dimensi non fisik.  Deteksi terhadap keberadaan jagad raya non fisik ini, memberi satu kejelasan tentang hierarki keberadaan yang bisa diungkapkan secara sederhana:

SUWUNG/KEKOSONGAN ABSOLUT

ENERGI/KECERDASAN/KESADARAN MURNI

JAGAD RAYA NON FISIK

JAGAD RAYA FISIK

            Puncak segala keberadaan adalah ketiadaan, atau kekosongan absolut.  Kita menamakannya demikian karena tak ada rupa, bentuk, dan batas.  Tetapi sesungguhnya ketiadaan atau kekosongan ini punya isi: isinya adalah Energi, yang dalam perspektif lain bisa dinyatakan sebagai Kesadaran dan Kecerdasan.  Energi/Kesadaran/Kecerdasan dalam bentuknya yang paling murni, juga tetap tanpa rupa, bentuk dan batas.  Mereka menjadi bagian tak terpisahkan dari kekosongan absolut; mereka memancar dan mengalir tanpa henti dari keksongan absolut.  Energi/Kesadaran/Kecerdasan ini selanjutnya mengejawantah atau memanifestasi menjadi realitas non materi/cahaya murni/keberadaan tanpa atom (atomless being).  Nah, jagad raya fisik/atom base being, adalah pengejawantahan atau manifestasi dari realitas non materi.

            Berbicara tentang realitas non materi, kita bisa menemukannya dalam dua realitas berbeda: dimensi non-materi (sebagai wadah/ruang) dan entitas non-materi (sebagai isi/penghuni).  Dan kedua realitas ini telah ada terlebih dahulu sebelum adanya dimensi materi (maupun entitas bertubuh materi sebagai penghuninya).  Jadi, jika dipertanyakan, ada apakah sebelum terjadinya Big Bang 13,7 milyar tahun lalu?  Kita bsa menyebutkan secara gamblang: Sebelum itu telah ada terlebih dahulu: Pertama, Suwung/Kekosongan Absolut yang kita bisa sebut juga sebagai Sang Sumber; kedua, Energi/Kesadaran/Kecerdasan Murni; ketiga, Dimensi Non Fisik dan Entitas Non Fisik plus Semesta/Universe sebagai dimensi fisik yang telah terbentuk lewat dentuman agung/big bang yang lebih awal.

            Pertanyaan pentingnya, adakah sosok tertentu yang kemudian ikut terlibat dalam proses dentuman agung dan pembentukan Semesta/Universe yang kita tempati ini (maupun Semesta/Universe lain yang telah ada sebelumnya)?  Untuk menjawab ini pertama-tama kita perlu mengerti, bahwa segenap entitas non-fisik termasuk yang berkesadaran paling tinggi sekalipun, bukanlah Sang Sumber atau Tuhan yang sesungguhnya.  Merekapun adalah manifestasi dari Sang Sumber,  kualitas mereka tergantung dari sejauh mana mereka telah merealisasikan karakter Sang Sumber di dalam diri.   Di balik keberadaan mereka, ada Energi/Kesadaran/Kecerdasan Murni yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Kekosongan Absolut. Energi/Kesadaran/Kecerdasan Murni ini tak bersosok, tapi Ia membentuk satu sistem dan memanifestasi menjadi segala yang ada termasuk menjadi entitas non-fisik tersebut (termasuk memanifestasi menjadi entitas non-fisik berkesadaran tertinggi yang secara sederhana kita juluki Mahadewa).  Maka, setiap Mahadewa tidak berdiri sendiri, tetapi mereka bisa dimengerti sebagai proyeksi atau bayangan dari Sang Sumber.  Dalam bahasa lain, mereka merupakan pengejawantahan dari Sang Sumber sekaligus sebagai wahana terealisasinya rancangan agung dari Sang Sumber.   Dalam konteks penciptaan Semesta/Universe, niscaya ada Mahadewa yang terlibat, tapi Mahadewa ini bukanlah pencipta yang independen.  Ia justru bekerja dalam satu sistem, bekerja dengan menggunakan kuasa yang dilimpahkan dari Sang Sumber, dan mempergunakan bahan baku yang telah disediakan oleh Sang Sumber melalui proses mengada secara natural (lewat proses manifestasi energi ke materi yang berjalan terus menerus).  

Dalam kacamata fisikal, keberadaan Mahadewa yang terlibat dalam penciptaan satu Semesta/Universe ini tentu saja tak terlihat. Sehingga wajar jika seorang saintis seperti Stephen Hawking mengatakan bahwa tak dibutuhkan keberadaan sosok pencipta bagi terjadinya dentuman agung/big bang dan ekspansi Semesta/Universe. Tetapi dalam kacamata spirtual keberadaan dari Mahadewa ini bisa diidentifikasi.  Dalam terminologi yang cukup mengakar di Nusantara dan diceritakan dalam tradisi pewayangan, sosok Mahadewa yag terlibat dalam penciptaan Semesta/Universe ini, dinamakan Sanghyang Brahma.   Tetapi sekali lagi, ia bukan sebagai pencipta independen, melainkan sebagai manifestasi dari Sang Sumber/Energi/Kesadaran/Kecerdasan Murni dan keberadaannya melebur dengan sistem (baca: hukum jagad raya) yang telah terbentuk lewat gerak spontan yang muncul dari kekosongan absolut. 

Jadi, jika kita perlu menjawab pertanyaan: “Adakah sosok Tuhan di balik penciptaan Semesta/Universe atau Jagad Raya/Multiverse secara keseluruhan?”, maka jawabannya adalah: “Tidak ada!”.  Apalagi jika sampai membayangkan ada sosok Tuhan yang terpisah dari Semesta/Universe yang diciptakannya – Tak ada sama sekali!.  Tuhan yang sesungguhnya bukan sosok, tetapi Ia adalah Kekosongan Absolut yang memanifestasi menjadi Energi/Kesadaran/Kecerdasan Murni.  Ada yang menyebutnya sebagai Sang Hyang Tunggal, tetapi inipun bukan dimaksudkan sebagai Keberadaan dengan satu sosok tertentu yang punya batasan ruang dan waktu.  Ini sebenarnya tentang Keberadaan yang meliputi segala yang ada, satu kesatuan yang mencakup segala yang ada.  Dan Sang Hyang Tunggal ini menyatakan keberadaannya sebagai satu sistem yang maha presisi: adanya satu Semesta/Universe merupakan hasil pemaduan tiga variabel yang bekerja secara sistemik dan sinergis, yaitu:

Pertama, Energi/Kesadaran/Kecerdasan Murni sebagai realitas tak terlihat yang menjadi penyebab kemunculan segala yang ada sekaligus penggerak dari segala yang ada itu.

Kedua, Sistem yang mengejawantahkan Energi/Kesadaran/Kecerdasan Murni itu.  Sistem ini identik dengan hukum jagad raya, termasuk di dalamnya adalah hukum sebab akibat.

Ketiga, Mahadewa yang sebenarnya hanyalah “alat’ atau “wahana” dari Sang Sumber yang tak terlihat dalam merealisasikan rancangan agungNya.  Dan ini bisa terjadi karena satu sosok Mahadewa pasti berada dalam keselarasan energi/kesadaran/kecerdasan dengan Sang Sumber.  Ia telah jumbuh dengan Sang Sumber.  Sanghyang Brahma, dalam hal ini hanyalah satu entitas/pribadi yang telah berhasil merealisasikan kuasa penciptaan dari Sang Sumber.  Ia mewadahi energi/kesadaran/kecerdasan dari Sang Sumber dalam takaran tertentu yang memungkinkannya menjadi pelaksana atau operator dari sebuah proyek penciptaan.  Pada praktiknya, dalam segenap detail penciptaan, diniscayakan keberadaan entitas/pribadi lain yang juga terlibat – namun yang perlu dimengerti, keterlibatan entitas/pribadi ini bukan benar-benar membuat sesuatu dari kekosongan, tetapi lebih sebagai “pembuat hal baru dengan memadukan bahan-bahan yang telah tersedia.”   Inilah dasar pemberian julukan bahwa sejatinya setiap Jiwa dengan level kesadaran berbeda-beda adalah Co-Creator.  

Lebih jauh bisa diungkapkan, bahwa Mahadewa sebagaimana dimaksudkan di atas, bukan hanya yang bertugas terhadap penciptaan, tetapi ada juga yang bertanggung jawab terhadap kerja pemeliharaan dan peleburan.  Merekalah yang kita kenal sebagai Sanghyang Wisnu dan Sanghyang Siwa.  Keberadaan mereka sebagai entitas/pribadi yang terlibat dalam proses gerak Universe/Semesta baik dalam aspek pemeliharan maupun peleburan (terhadap segala yang mengganggu harmoni Semesta/Universe), yang kemudian bekerja secara sinergis bersama Sanghyang Brahma, membuat jagad raya termasuk semesta/universe kita huni ini bisa tetap lestari.  Karena itulah, Big Crunch yang dianggap sebagai kebalikan dari Big Bang dimana ada masa Semesta/Universe berhenti berekspansi lalu menyusut dan mengalami kehancuran, bisa dipastikan tidak akan terjadi.  Dalam bahasa yang lebih saintifik, “Pengembangan atau ekspansi Semesta/Universe memang akan melambat tapi tak akan berhenti lagi mengambil arah terbalik yang menyebabkan kehancurannya”.  Sejauh yang saya mengerti lewat penelusuran dengan menggunakan rasa sejati, Semesta/Universe yang ada di Jagad Raya/Multiverse ini selalu berkembang, jikapun ada kerusakan atau pengurangan maka itu terjadi pada lingkup parsial.   Artinya, belum ada Semesta/Universe yang hancur secara keseluruhan, yang ada hanyalah Semesta/Universe yang baru muncul dan memulai proses ekspansinya. akibat adanya dentuman agung yang muncul belakangan.  Itu bisa terjadi karena kekosongan absolut yang meliputinya benar-benar tanpa batas, selalu ada ruang bagi setiap ekspansi.

Kemudian, perlu juga diungkapkan bahwa seiring dengan tersingkapnya misteri bahwa ada banyak sekali Semesta/Universe di Jagad Raya/Multiverse ini, bisa diungkapkan juga bahwa pertama, ada banyak Mahadewa yang tidak kita kenali yang terlibat dalam penciptaan, pemeliharaan dan peleburan di Semesta/Universe lain.    Tentang ini akan diungkapkan di bagian lanjut saat membahas kemungkinan keterhubungan manusia dengan Mahadewa maupun para penghuni di Semesta/Universe selain yang kita tempati ini.

Share:

You may also like