Setelah menekuni laku spiritual selama bertahun-tahun, menjadi semakin terang benderang apa sebenarnya tujuan yang sewajarnya dicapai oleh setiap pejalan spiritual. Secara sederhana bisa diungkapkan bahwa tujuan pembelajaran dan laku spiritual adalah tercapainya Kesadaran Murni. Kesadaran Murni adalah kesadaran yang muncul saat diri terhubung secara penuh dengan Roh Kudus/Hyang Atman/Sukma Sejati. Dalam keadaan ini segala sesuatu dimengerti dan diketahui apa adanya, tanpa ada tabir ilusi. Pikiran yang telah selaras sepenuhnya dengan Rasa Sejati atau Kecerdasan Ilahi, bisa menangkap dengan jernih segenap realitas termasuk realitas Sang Sumber Hidup. Kesadaran Murni hanya dicapai oleh jiwa yang murni. Jiwa yang murni adalah jiwa yang telah kembali menjadi esensinya sebagai keberadaan yang tanpa batas.
Inilah yang dalam khazanah Jawa dikenal sebagai keadaan “Bali marang sangkan paraning dumadi.” Jiwa pada permulaannya dapat kita mengerti sebagai hasil persenyawaan antara Roh Kudus/Atman/Sukma Sejati dengan eter atau materi paling halus – sehingga pada permulaannya jiwa memang dibungkus tubuh eterik yang karena terlihat berupa pendaran cahaya disebut juga sebagai tubuh cahaya. Jiwa seperti inilah yang hidup di alam cahaya/alam kadewatan/alam kasanghyangan. Jiwa yang kemudian terlahir ke muka bumi, memiliki bungkus baru yang kita kenal sebagai tubuh materi/fisik. Kesadaran sang jiwapun bergeser – dengan memiliki otak Sang Jiwa secara praktis hidup dengan kesadaran ragawi.
Lebih jauh, jiwa yang semula bisa tampil sebagai realitas yang memendarkan cahaya murni, dengan dinamika hidup di bumi bisa menjadi redup dan suram karena tertutup residu energi yang muncul gejolak pikiran, emosi dan tindakan. Namun, saat yang sama, jiwa yang hidup di bumi juga bisa berevolusi dan bertransformasi untuk kembali menjadi jiwa murni. Lewat pembelajaran spiritual jiwa dimurnikan dari segala distorsi yang membuatnya keruh, suram dan gelap. Buah dari proses pemurnian ini adalah jiwa kembali kepada tubuh cahaya yang memendarkan terang dan keindahan. Inilah fase jiwa kembali ke alam cahaya. Lebih dari itu, saat Sang Jiwa terus belajar hingga sadar penuh terhadap realitas kemenyatuan yang utuh dengan Sang Sumber Hidup sebagai keberadaan yang tanpa batas, kembalilah jiwa kepada esensinya atau bali marang sangkan paraning dumadi.
Kesadaran manusia sesungguhnya merupakan cerminan atau manifestasi dari keadaan jiwa. Apa yang diketahui atau dimengerti Sang Jiwa, tergantung dari keadaannya apakah masih terikat erat dengan tubuh fisiknya, atau sudah kembali menjadi entitas cahaya, atau bahkan sudah melebur dengan Sang Sumber Hidup yang tanpa batas. Dengan demikian kesadaran itu sesungguhnya bertingkat-tingkat. Dan sejauh pengalaman saya, sebelum mencapai tahap kemeleburan dengan Realitas Tanpa Batas, jiwa melampaui banyak sekali tangga kesadaran.Setiap tangga kesadaran sesungguhnya merepresentasikan tingkat kemurnian jiwa dan derajat kemeleburan dengan Sang Sumber Hidup. Pada setiap tangga kesadaran, kita bisa ketahui perbedaan konfigurasi energi yang dipancarkan Sang Jiwa. Setiap pejalan spiritual sewajarnya mengetahui berada di posisi mana. Lebih rinci, kita sewajarnya mengetahui apakah perjalanan spiritual kita sesungguhnya telah maju, stagnan atau malah mundur. Lebih memudahkan jika Anda memiliki pembimbing yang bisa memberikan evaluasi secara akurat dimana tingkat kesadaran kita, bagaimana kemurnian jiwa kita, dan memberi solusi yang nyata