Asal Usul Jiwa

Jiwa adalah satu keberadaan atau pribadi unik yang merupakan pengejawantahan dari Sang Sumber Hidup yang dijuluki juga sebagai Sang Suwung.

 

Poros perbincangan kita dalam buku ini adalah tentang Jiwa. Inilah keberadaan di dalam tubuh manusia yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu sebagaimana tubuh. Saat tubuh lebur dan 4 unsur tubuh kembali ke asalnya lewat proses kematian – dimana unsur tanah kembali kepada tanah, api kembali kepada api, air kembali kepada air dan udara kembali kepada udara – jiwa tetaplah ada dan hidup. Jiwa adalah satu keberadaan atau pribadi unik yang merupakan pengejawantahan dari Sang Sumber Hidup yang dijuluki juga sebagai Sang Suwung. Masing-masing jiwa bisa menjadi berbeda karena menangkap satu pola dari kemungkinan berjumlah tak terhingga, yang keseluruhannya merefleksikan realitas Sang Sumber Hidup yang tanpa batas. Setiap jiwa merealisasikan karakter Sang Sumber Hidup pada pola dan tingkatan yang berbeda.

Sejak pertama kali ada, jiwa menjalani kehidupan dalam berbagai dimensi keberadaan dan lakon kehidupan. Tubuh yang membungkus jiwa, tempat dan dimensi yang menjadi panggung bagi lakon sang jiwa, terus berubah dan berganti. Semua terjadi sebagai proses evolusi Sang Jiwa menuju tataran sempurna. Kesempurnaan Sang Jiwa terjadi manakala merealisasikan secara utuh karakter dari Sang Sumber Kehidupan. Dalam bahasa kesadaran, ini adalah keadaan saat Sang Jiwa mengalami kesadaran murni. Dalam perspektif lain berarti mencapai pencerahan total dan mengalami kemenyatuan dengan Sang Sumber Hidup: merasakan dengan nyata realitas diri yang melingkupi segala yang ada. Inilah yang didalam khazanah pengetahuan spiritualitas Jawa disebut “bali marang sangkan paraning dumadi – kembali kepada asal mula kejadian”.

Jiwa yang menjadi isi tubuh, yang telah ada sebelum tubuh ada dan tetap ada setelah tubuh tiada, memiliki banyak penamaan di berbagai tradisi. Jiwa sepadan dengan kata Sukma dalam Bahasa Jawa, Atma dalam Bahasa Sanskerta, Soul dalam Bahasa Inggris, Nafs dalam Bahasa Arab. Ini tentang realitas atau keberadaan yang di satu sisi memiliki karakter kekekalan sebagaimana Sang Sumber Hidup karena ia adalah cerminan dari Sang Sumber Hidup itu sendiri, tetapi ia juga sekaligus berbeda dari Sang Sumber Hidup karena keadaan yang melingkupinya selalu berubah. Jwa bisa mengalami suka duka, bisa menderita dan bahagia.

 

Cuplikan dari buku Suwung, The Science of Truth

Share:

You may also like